coretan kusam seniman kecil

Jakarta sore itu masih terasa panas, bising suara klakson mobil menemani telinga manusia. Aku duduk di kursi belakang bus menuju kalideres, beberapa orang berdiri bersesakan. Mataku menatap keluar, terlihat beberapa orang menunggu bus lewat untuk mengantarkan mereka pulang. pedagang- pedagang kaki lima yang selalu sabar menunggu pembeli datang, sampah- sampah yang masih menghiasi jalan dan sungai, anak- anak jalanan yang menyembunyikan luka dengan gelak tawa, dan gedung- gedung yang terlihat kokoh menaungi perumahan kumuh di pinggir kota. "masih seperti dua tahun lalu ketika aku memutuskan untuk meninggalkan kota ini", bisikku dalam hati.
Bus berhenti di samping mall Ciputra, terlihat beberapa orang berebut masuk. Dan paling akhir masuk adalah anak kecil yang membawa gitar, aku tersenyum melihat anak kecil itu. Aku menebak- nebak umurnya baru 7 tahun, kalau dia sekolah paling baru kelas satu atau dua SD. Suara mungil terdengar dari bibirnya, "izinkan saya bernyanyi, semoga Bapak, Ibu, Abang, dan Mbak yang ada di Bus ini merasa terhibur". Tangan kecilnya mengangkat gitar yang seharusnya dipakai orang dewasa, tapi kelihatannya dia sudah terbiasa dengan gitar itu. Suara yang lantang membuat orang- orang di dalam bus tersenyum, karena lagu yang dinyanyikan dan petikan gitar yang dimainkannya tidak nyambung. Tapi orang- orang terlihat terhibur dengan keluguan anak itu, termasuk aku. Tiba- tiba bus berhenti mendadak, karena ada penumpang yang mau ikut. Aku melihat anak kecil itu jatuh ke bagian depan, semua orang didalam bus berteriak. Untung salah satu orang bisa menangkap tubuh anak itu dengan cepat, dan anak itu hanya tersenyum seraya mengucapkan terima kasih.
Bus terus melaju, pengamen kecil terus bernyanyi dengan nafas yang terdengar letih. Selesai bernyanyi, dia meminta uang, berharap ada orang yang merasa terhibur dengan suaranya. "Terima kasih untuk semuanya, semoga perjalanan anda menyenangkan dan selamat sampai tujuan", berkata anak itu dengan lantang. Tak lama anak itu turun, bersama penumpang yang sudah sampai tujuan. "Huuh...", aku menghela nafas panjang. Aku teringat anak kecil itu, betapa gigihnya dia. Dulu waktu sekecil itu, aku masih bermain- main dengan teman- teman, masih tidur dipelukan Ibu. Tapi, dia harus bertarung untuk meneruskan hidupnya. Mungkin di kota ini bukan cuma dia, mungkin masih banyak lagi anak- anak yang seperti dia. Sebuah coretan kusam kota Jakarta, dibalik bangunan- bangunan megah yang mewah, dibalik mobil- mobil yang memenuhi jalan. Ada kerumunan orang yang jauh dari kemewahan, ada kerumunan orang tidur diatas kertas koran, dan itu tak terlihat lagi oleh mata- mata yang tidak buta.
Laju bus mulai melambat, dan berhenti di halte sumur bor. Aku melangkahkan kaki keluar, lantas berjalan menuju tempat tinggalku di Jakarta yang tidak terlalu juah dari halte. Baru sampai di Jakarta, aku sudah merasa bosan. " Aku gak bakalan lama- lama disini, setelah urusanku selesai aku akan kembali ke Jogja", mulutku berucap lirih. Kakiku terus melangkah, tapi fikiranku tak bisa lepas dari anak kecil yang mengamen di Bus. Aku terus berfikir, kenapa aku yang diberi nikmat begitu banyak. Lebih dari yang Allah berikan kepada anak kecil itu, tapi aku sering mengeluh dengan keadaanku. Sedangkan seniman kecil itu tetap tersenyum, meski sebenarnya luka sudah mengangah. Aku berjalan dengan tertunduk, saat harus mengingat betapa hebatnya seniman kecil itu. Lantas aku berkata dalam hati "Nikmat yang mana lagi yang aku dustakan ? ".

2 Response to coretan kusam seniman kecil

Anonymous
December 5, 2007 at 7:21 PM

gue siy lebih suka ngasih duit ke pengamen yang kayak gini dibanding ke "pengamen" yang tiba2 bilang "bapak ibu saya baru keluar dari penjara jadi mohon bla-bla-bla..."

Ga rela banget deh.

Anonymous
December 6, 2007 at 5:59 AM

dulu waktu aku masih di Jakarta juga pernah hampir berantem ma orang yang ngamen maksa dan ngaku baru keluar penjara, apalagi ditambah kerjaan yang e abreg. jadi tambah emosi aja lihat orang2 kayak gitu....!!!!

Post a Comment