Link and Search

Merindukanmu (My Sister)

Setahun lalu kamu pergi meninggalkan aku, meninggalkan kami. Tanpa pamit, karena kamu pun sebenarnya tak tahu kenapa kamu harus pergi waktu itu. Masih banyak yang ingin aku lakukan bersamamu, bersama kita semua, dan aku yakin kamu juga. Tapi aku tahu, keputusan bukan kamu yang buat. Baik kamu, aku, atau siapapun itu, tidak bisa menolak keputusan itu, hingga seberat apapun, kami harus tetap berdiri merelakanmu pergi. Sedih, sama seperti sekarang, saat sudah hamper satu tahun berlalu, begitu cepat.

Saat aku susun kata-kata ini untuk melampiaskan rinduku padamu, waktu kebersamaan kita kembali muncul dalam otakku. Terlihat begitu jelas saat pertama kali kamu membuat kamar itu berisik dengan tangisanmu, saat pertama kali kamu menghirup udara dunia. Juga saat kamu menangis karena ulahku, atau saat aku menggendongmu dengan tenagaku yang seadanya. Semua terlihat jelas saat ini, seolah aku melihat rekaman kebersamaan kita dulu. Air mata mulai kaluar tanpa aku sadari, saat teringat dimana terakhir kali kita bercengkerama, kamu ceritakan tentang semua yang kamu rasakan. Sebelum akhirnya aku melihatmu hanya bisa tertidur pasrah disebuah ruangan yang memuakkan itu,kamu tak lagi mengenaliku, tak mengenali kami, tak mengenali siapapun, mungkin hanya rasa sakit yang kamu kenali saat itu. Meski akhirnya, sejenak kamu tersadar dan kembali mengenaliku, beberapa kata juga sempat kau ucapkan padaku.

Akhirnya kamu pun harus pergi juga, pergi ke sebuah tempat persinggahan, menikmati hasil dari apa yang sudah kamu lakukan waktu dulu. Sampai suatu saat aku pasti menyusulmu, dan kita semua akan kembali ke asal kita. Kamu adalah perempuan yang cantik, dimana senyummu akan selalu aku ingat.

Kamu adalah perempuan yang membuat air mata kadang menetes saat merindukanmu, kamu adalah adik perempuanku yang sangat aku sayangi dari dulu sampai sekarang ini. Kepergianmu bukan keputusanmu, semoga kepergiamu adalah kepergian yang baik. Semoga Allah menempatkanmu di tempat yang luas, sejuk, terang, indah, dan nyaman, yang menjadi surga sebelum surga yang sebenarnya.

Belajar Dari Santri Kecil

Pagi ini aku lupa, ada kajian di televisi, yang meskipun sebentar tapi sangat berarti buat aku. Tapi alhamdulillah, 10 menit terakhir aku mendapat ilmu yang luar biasa. 

Seorang santri kecil ditanya oleh wartawan, “kenapa kamu berpuasa daud, sedangkan kamu masih kecil?”. Santri menjawab, “ini untuk orang tua saya”. Terus bertanya lagi sang wartawan, “memang kenapa orang tua kamu?”. Santri menjawab, “tidak kenapa-kenapa, saya hanya ingin mereka masuk surga”. Wartawanpun mencari santri kecil lain, dan bertanya, “kamu rutin sholat tahajud?”. Santri menjawab, “insyaAllah iya pak”. 

Wartawan kembali bertanya, “Kamu kan masih kecil, apa tidak capek dan ngantuk, padahal paginya kamu harus tetep sekolah?”. Santri menjawab, “kalo bapak sholat tahajudnya cuma sekali ya bakalan ngantuk, tapi kalau sholat tahajud tiap hari insyaAllah biasa saja”. Pagi ini belajar dari anak kecil, tersentak dan semakin kecil tubuh ini, 10 menit yang luar biasa.

Dikutip dari cerita Ust. Yusuf Mansyur yang melihat santrinya diwawancarai
(Nikmatnya Sedekah, MNC TV)

Seorang Sarjana Teknologi

Gak terasa ( padahal yo suwe banget ) aku melewati berbagai rintangan menghadang, selama hampir 5 tahun jadi mahasiswa. Dari seorang anak kampung yang culun bin katrok bin ndeso, sampai sekarang sudah menjadi anak yang culun bin katrok bin ndeso juga ( hehehe ora kacek ).

Ya selama bertahun2 itulah, aku manjalani hidup sebagai mahasiswa ( status di KTP sih gitu ). Dan baru sekarang aku sadar sesadar sadarnya kalo aku ini sudah menyelesaikan studi S1, padahal udah 7 bulan yang lalu aku resmi keluar dari kampus. Dan mulai saat itulah dibelakang namaku tercantum S.T., lucu sih aku dengernya. Seorang sarjana yang pekerjaannya sebagai "menejer" keuangan bagian koneksi internet di 463, sebuah pekerjaan yang lumayan, meskipun tekor terus.

Alhamdulillah, di kota inilah aku menemukan anugrah-anugrah Allah yang selama ini gak aku anggap sebagai anugerah. Prinsip hidup sebagai seorang hamba, rizki yang membuat aku tidak lagi membebani orang tua, cinta yang insyaAllah bisa untuk dunia akhirat. Inilah hidup seorang sarjana teknologi.... ^_^

Kembali ke Jaman Purba

Satu tahun kembali berlalu, kini memasuki tahun yang baru. Begitu cepat, bahkan sangat cepat. Begitu juga perubahan-perubahan yang terjadi, sangat cepat. Dari awal aku menginjakkan kaki di Yogyakarta, awalnya kelihatan sesuai dengan apa yang aku fikirkan, aman. Dan aku kira juga memang cukup aman, tidak banyak aku temukan perempuan dengan pakaian minim berkeliaran di jalan-jalan (meskipun ada).

Dan, Teeerreeeengggg...... Sekarang banyak banget aku temuin itu, tubuh-tubuh yang dengan bangga dipamerkan di jalan-jalan. Wow, sekarang lagi ngetrend yang setengah-setengah. Pake celana, ya yang setengah paha (bahkan kadang sampai CD kelihatan ). Pake baju, ya setengah badan ( alias puser dan ketiak kelihatan ). Bahkan pake kerudung, ya setengah ( dengan rambut poni yang menjulur nutupin dahi ). Apakah ini yang dinamakan modern..???? mungkin bagi mereka jawabannya iya, tapi bagi aku malah jadi kuno. Alias mereka kembali ke jaman purba, yang membedakan cuma yang dipakai saja. Kalau jaman purba yang dipakai daun atau kulit binatang, sekarang yang dipakai kain yang bagus.

Hanya bisa tersenyum, dan takut. Saat temenku bilang "Apakah kita juga akan mempertanggung jawabkannya nanti ?". Semoga kita tidak terlalu jauh meninggalkan aturan-aturan Allah, kembali teringat, dan berbenah......

Kado Yang Tak Bertuan

Dia pun tersenyum sesaat, usahanya seharian ini menuai hasil. Di tangannya tergenggam bebarapa ikan yang terkulai lemas menerima nasibnya. Tapi senyum itu tak lama, sebentar saja mampir di bibir yang beberapa hari membisu. Dia pun berlari, menuju rumah kecil. Dia mengacungkan ikan-ikan itu kepada seorang Ibu di dapur, sambil berucap “ini kado buat Ibu”, Ibu itu pun tersenyum. Lantas dengan langkah pelan menghampiri, dengan tangan renta yang menjulur, seakan ingin memeluk tubuh mungil itu. Angin laut pelan berhembus, merangsek masuk ke dalam rumah, lantas keluar dengan sangat pelan.

Dia pun tertunduk, tangannya yang mungil tiba-tiba lemas. Seorang Ibu yang hampir memeluknya lenyap, seakan terbawa angin tadi. Dia palingkan badannya pelan, meninggalkan rumah itu dan duduk di atas bongkahan kayu. Tempat yang sama, saat seminggu yang lalu terdengar suara merdu “nak, ikannya sudah matang”. Tapi hari ini? Kembali dia tertunduk. Tak ada lagi air yang menetes dari matanya, tak ada lagi tatapan sedih yang terpancar dari mata itu. Seakan ada yang menghalangi air mata untuk menetes, seakan terngiang kata-kata yang dulu pernah dia dengar “nak, jangan cengeng. Meskipun satu saat nanti, aku pergi meninggalkanmu, jangan teteskan air matamu”. Dia memeluk tubuh itu, dan air matanya mengalir deras di balik punggung yang renta. Tapi sekarang, tidak lagi. Sekarang dia bukan lagi anak cengeng, tidak ada lagi tetesan air yang keluar dari matanya.

Dia menatap ikan-ikan yang ada di genggaman, hampa tanpa ekspresi. Seakan-akan berucap “Setiap hari aku berikan kamu kepada Ibu, karena hanya kamu yang bisa aku berikan untuknya. Sekarang aku sendiri, Ibu telah pergi. Tapi tidak, aku tidak sendiri, masih ada kamu. Ya, masih ada kamu, yang setiap hari menemaniku. Aku tak akan pernah merasa sepi, tak akan pernah.”

Me Vs Hasanudin, S.T.

Jangan salah terka dulu, ini bukan pertandingan, apalagi berbau kekerasan. Ini adalah waktu yang lumayan aku tunggu-tunggu, setelah kesempatan kemaren terlewati. Saat yang penting, karen tanpa ini, aku gak akan lulus, hehehehe.

Kerja praktek adalah mata kuliah, atau lebih tepatnya bukan mata kuliah (tapi apa ya?????). Pokoknya itu wajib ditempuh dan wajib lulus di Jurusan Teknik Informatika, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Lengkap amat, tapi di situlah aku sekarang masih bernaung sebagai mahasiswa.

Setelah semester kemaren lewat, karena berbagai alasan yang sebenarnya gak pantes jadi alasan, tapi akan tetep jadi alasan. Semester ini akhirnya selesai juga, meskipun harus nggarap dua sekaligus, KP + TA. Dan setelah menemui Hasanudin, S.T., sebagai Dosen yang ditugasi menentukan penguji, akhrinya terjawab sudah siapa yang akan fight dengan aku, yaitu beliau sendiri, alias Hasanudin, S.T., atau lebih dikenal dengan Pak Hasan, atau juga Hasan-UAD, hehehehe.

Aku sih berharap ujian besok yang dengan judul "Me Vs Hasanudin, S.T." akan berjalan dengan lancar dan aman, tanpa ada kerusuhan, sportif, fair play dan tidak mengandung SARA (opo meneh iki???).