Setelah ‘Idul fitri 1428 H

Takbir berkumandang, sesahutan dari seluruh penjuru desaku. Segelas teh hangat sudah ada di tanganku, dan tidak lama sudah berkurang karena sudah masuk kedalam kerongkongan dan dilanjutkan keperut. Teh hangat itu adalah yang terahir aku minum untuk ramadhan tahun ini, dan aku tidak tahu apa aku masih bisa merasakan teh seperti itu lagi.

Aku bingung harus bagaimana, apa harus senang karena telah menjalankan puasa yang alhamdulillah terlunasi, atau harus sedih karena harus berpisah dengan bulan yang hanya satu kali dalam setahun. Setelah sholat magrib, air mataku menetes meskipun hanya sedikit. Entah apa yang aku rasa saat itu ? Apa aku memang terlalu banyak dosa, apa karena ramadhan tahun ini aku belum bisa membuktikan bahwa aku adalah salah satu hamba yang bertaqwa, atau karena aku harus kembali ke Yogjakarta dan harus kembali jauh dengan keluargaku. Acara dilanjutkan dengan sungkem kepada Ayah dan Ibuku, kali ini tidak ada air mata. Ba’da sholat isa seperti biasa ada takbir keliling, yang menjadi agenda rutin ikatan remaja musholla di desaku. Setelah itu, aku, sahabatku, dan beberapa anak lain berkumpul di musholla untuk mengumandangkan takbir. Waktu terus berjalan, saru persatu anak- anak terus berkurang. Hingga pada pukul 01.00 dini hari, hanya tersisa aku dan sahabatku. Kami terus mengumandangkan ke Agungan Allah, seakan tidak ada rasa lelah dan kantuk. Pukul 03.00 dini hari kami memutuskan untuk berhenti, terus kami memasukkan beras zakat yang terkumpul kedalam plastik. Selesai menakar zakat, kami langsung membagikannya kepada orang- orang yang kami anggap berhak menerima zakat. Azdan subuh berkumandang, pas dengan plastik terakhir yang telah kami berikan. Setelah sholat subuh aku dan sahabatku pulang kerumah masing- masing, aku tidur sebentar dan akhirnya di bangunkan oleh Ayahku. Bangun terus mandi, dan berangkat ke Masjid untuk sholat ‘idul fitri.

Sekarang aku sudah di Yogyakarta, aku sudah jauh lagi dari Orang tua. Bulan syawal pun sudah hampir berganti, mungkin tinggal beberapa hari lagi. Tapi kayaknya tidak ada yang berubah dalam kehidupanku, sama seperti sebelum Ramadhan kemarin. Kembali melakukan dosa dan kembali meminta ampun, monoton dan membosankan. Suasana bulan Ramadhan seakan hilang, tak lagi terasa oleh hatiku. Takbir yang keluar mulutku, seakan tak membekas dalam jiwaku. Aku tidak tahu, apakah aku akan bertemu kembali dengan Ramadhan dan ‘idul fitri tahun depan. Tuhan, kadang aku menangis saat sujud kepada-MU. Tapi tak jarang aku tertawa, saat tak sadar aku berpaling dan melupakan-MU. Setelah ‘idul fitri 1428H, aku tidak melakukan apa- apa. Tidak ada bayak perubahan dalam hidupku, aku belum bisa membuktikan bahwa aku adalah hamba yang bertaqwa.


No Response to "Setelah ‘Idul fitri 1428 H"

Post a Comment