Sungguh, saat itu mukaku memerah, meski tak terlihat olehmu. Aku malu, pada hati yang menutup rapat rasa itu. Karena janji yang terhianati, oleh otak yang terperdaya oleh emosi. Mata ini pun memerah, tergenang air yang entah datang darimana. Menetes, bersama mimpi yang kini telah pergi. Dan sengaja aku tak melihat tetesan itu, karena mataku tertutup rapat. Membiarkannya mengalir indah, meninggalkan jiwa yang teraniaya. Selamat tinggal mimpi, aku merelakanmu pergi. Melangkah bersama jiwa, yang akan membuatmu menjadi nyata.
3 Response to Senandung sang pujangga pecundang
hohohoho.. abstrak abstrak....
angel angel..
kekekekkee...
sengaja kang, biar gak semua orang ngerti.he......2!!!!
tp lucu jg paleng yo..........
Post a Comment