Bukan Lelaki Pilihan

Dalam sebuah langkah, aku melihat seorang laki- laki yang sedang duduk lesu. Dengan penuh tanda tanya aku menghampirinya, dan duduk di sebelahnya sambil memandang danau yang terlentang di samping jalan. Aku menatap wajahnya yang masih tertunduk meski sudah tahu keberadaanku disampingnya, ternyata air mata sedang membasahi pipinya. “ Sangat indah ya danau ini saat sore hari ? ”, aku mencoba memulai pembicaraan. “ Tapi sayang, ada seseorang yang tidak bisa menikmati keindahan ini ”, aku melanjutkan perkataanku sambil menatap laki- laki yang ada di sampingku. “ Apa mau kamu bung? jangan buat masalah denganku ”, sahut lelaki itu dengan nada tinggi. “ Sory Bro, aku hanya melihat kamu yang tak bisa menikmati keindahan sore ini. Kelihatanya kamu ada masalah? ”, sambutku santai. “ Memang apa urusannya sama kamu? ”, jawabnya ketus. “ Gini, sesama manusia kan harus saling membantu. Siapa tahu aku bisa membantumu berdiri saat ini ”, Aku mencoba menenangkan emosinya. Lama aku terdiam, karena laki- laki itu kembali menunduk dan tak mengucapkan sepatah katapun. ” Aku kalah....!, aku bukan lelaki pilihan ”, terdengar kata sedih keluar dari mulutnya. ” Satu bulan lalu aku melamar pekerjaan di sebuah perusahaan, dan nggak lama kemudian aku dapat panggilan wawancara. Aku hanya terdiam saat yang mewawancaraiku mengatakan : Sorry, kami tertarik sama kecerdasan anda, tapi postur anda terlalu pendek. Jadi maafkan kami, kami tidak bisa menerima anda sebagai karyawan di perusahaan kami. ”, lanjutnya dengan kelesuan terpancar dari wajahnya. ” Dua jam yang lalu, aku mengungkapkan perasaanku sama seorang cewek yang sudah lama aku suka. Dan aku hanya bisa tertunduk saat dia berkata : Hei, kalo mau ngomong tu ngaca dulu. Sory aku nggak bisa nerima kamu, soalnya kamu bukan tipe aku. ”, kembali dia berkata, tapi kali ini dengan air mata yang menetes di pipinya. Aku tak bisa berkata apapun setelah mendengar ceritanya, perlahan aku berdiri dan meninggalkan dia yang masih saja tertunduk. Dalam setiap langkahku aku terus di buru tanya, tanya yang tidak bisa aku jawab. ” Mengapa dalam setiap hal harus melihat fisik sebagai tolak ukur ?, apakah seseorang yang fisiknya kurang sempurna harus selalu tersisihkan ? ”, ucapku dalam hati sambil menghela nafas panjang.

Bukankah fisik manusia, Tuhan yang menentukan, baik dan buruk fisik yang manusia miliki adalah bukan manusia yang memilih. Dan kalau manusia bisa memilih, fisik sempurnalah yang pasti manusia pilih. ” Lantas apa salah laki- laki tadi ? ”, lanjutku dalam hati. Mungkin laki- laki itu sudah berusaha bersyukur dengan apa yang telah di tetapkan Tuhan untuknya, aku yakin laki- laki itu pandai bersyukur. Tapi karena keadaan, karena manusia- manusia yang selalu saja mencaci, manusia- manusia yang meremehkan, dia menjadi lemah. Sampai saat fikirannya tersumbat, hingga otaknya berfikir : Aku ” Bukan Lelaki Pilihan ”.

No Response to "Bukan Lelaki Pilihan"

Post a Comment